Halaman

PUASA SUNNAH 6 HARI BULAN SYAWAL

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Puasa Syawal adalah puasa yang dilakukan pada bulan Syawal (setelah puasa Ramadhan) selama 6 hari. Hukum Puasa 6 Hari Bulan Syawal adalah sunnah.
 Puasa sunnah pada bulan Syawal adalah pada 6 (enam) hari setelah hari lebaran Idul Fitri yaitu pada tanggal 2, 3, 4, 5, 6, dan 7. Namun dapat juga melakukannya selama 6 hari pada tanggal/hari yang lain asalkan masih dalam bulan Syawal.
DALIL DASAR PUASA 6 (ENAM) HARI BULAN SYAWAL

- Hadits riwayat Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah
من صام رمضان ثم أتبعه بست من شوال فكأنما صام الدهر كله

Artinya: Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian diikuti dengan puasa 6 (enam) hari bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti puasa satu tahun penuh.

- Hadits riwayat Nasa'i

جعل الله الحسنة بعشر أمثالها فشهر بعشرة أشهر وصيام ستة أيام تمام السنة
Artinya: Allah menjadikan kebaikan dengan 10 kali lipat. Maka satu bulan sama dengan 10 bulan. Dan puasa enam hari sama dengan setahun penuh.

- Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah

صيام شهر رمضان بعشرة أمثالها وصيام ستة أيام بشهرين فذلك صيام السنة
Artinya: Puasa sebulan Ramadan pahalanya 10x lipat. Puasa enam hari bulan Syawal sama dengan dua bulan. Maka jumlahnya sama dengan setahun penuh.

HUKUM PUASA 6 HARI BULAN SYAWAL

Hukumnya sunnah yakni berpahala bagi yang melakukan tapi tidak berdosa bagi yang meninggalkan. Berdasarkan hadits-hadits di atas, maka kebanyakanاulama fiqih sepakat atas sunnahnya berpuasa selama 6 hari pada bulan Syawal setelah sebulan penuh berpuasa Ramadan.

Hanya Imam Malik yang menyatakan bahwa puasa bulan Syawal hukumnya makruh dengan alasan karena takut umat Islam berkeyakinan puasa Syawal sebagai bagian dari puasa Ramadan.

WAKTU PUASA SYAWAL ENAM HARI

Terjadi perbedaan ulama fiqih tentang waktu pelaksanaan puasa Syawal. Apakah harus berpuasa langsung sehari setelah Idul Fitri yaitu mulai tanggal 2 bulan Syawal karena ada kata [أتبعه] dalam hadits atau asalkan dilakukan pada bulan Syawal? 

Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa puasa Syawal tidak harus dilakukang langsung sehari setelah hari raya dan tidak harus berturut-turut. Yang penting dilakukan selama bulan Syawal maka akan mendapat keutamaan (fadhilah) puasa Syawal seperti disebut dalam hadits.

BACAAN NIAT PUASA SYAWAL ENAM HARI

Wallahu a’lam bish-shawab.

TEKS KHUTBAH IDUL FITRI 1439 H /2018

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Kali ini saya akan membagikan khutbah untuk idul fitri 1439 h / 2018 bisa di download filenya di bawah ini dan juga di lengkapi dengan teks muroqi/bilal untuk sholat idul fitri

Klik di untuk download filenya TEKS UNTUK KHUTBAH IDUL FITRI 1439 H /2018

*TEKS UNTUK KHUTBAH IDUL FITRI | MAJELIS AL-BAHJAH*

Berikut kami bagikan naskah materi yang bisa dibacakan Khotib untuk Khutbah Shalat hari raya Idul Fitri.

Klik tautan berikut & Download:
https://drive.google.com/file/d/14Ymr6Bk0Gmw0hRlQsCheKT2qLLY7z05R/view?usp=drivesdk

📩  Ikuti dan Subscribe Sosial Media Buya Yahya di : 

💡 Youtube : Al-Bahjah TV Channel
(https://www.youtube.com/albahjahtv)
💡 Facebook : Buya Yahya 
(https://www.facebook.com/buyayahya.albahjah/)
💡 Instagram : buyayahya_albahjah 
(https://www.instagram.com/buyayahya_albahjah)
💡 Telegram : Buya Yahya Al-Bahjah 
(https://telegram.me/buyayahyamajelisalbahjah)

📩  Silahkan Anda bisa membagikannya kepada khalayak ramai sebanyak-banyaknya agar semakin luas dakwah tersebar.

Rasulullah Saw bersabda yang artinya:
“Barang siapa yg menunjukkan suatu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang melakukannya” (HR. Imam Muslim)


Klik di sini untuk download filenya teks muroqi/bilal untuk sholat idul fitri

semuga bermamfaat

Bacaan niat zakat fitrah teks arab dan artinya





Berikut adalah beberapa dalil dalil untuk zakat fitrah.
  1. Hadits sahih riwayat Bukhari tentang wajibnya zakat fitrah dan jumlahnya 1 sha'
  2. فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر من رمضان صاعاً من تمر ، أو صاعاً من شعير ؛ على العبد والحر ، والذكر والأنثى ، والصغير والكبير من المسلمين . و أمر بها أن تؤدى قبل خروج الناس إلى الصلاة

    Artinya: 
    Rasulullah mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadan sebanyak 1 sha' kurma, atau biji-bijian untuk .. laki-laki, perempuan, anak kecil, orang dewasa yang Islam.
  3. Hadits sahih riwayat Bukhari tentang waktu mengeluarkan zakat fitrah
  4. فعن نافع مولى ابن عمر رضي الله عنهما أنه قال في صدقة التطوع : " و كانوا يعطون قبل الفطر بيوم أو يومين

    Artinya: 
    Ibnu Umar berkata, "Mereka memberikan zakat selang sehari atau dua hari sebelum lebaran Idul Fitri."
  5. Hadits hasan riwayat Abu Daud tentang hikmah zakat fitrah
  6. فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر طهرة للصائم من اللغو والرفث ، وطعمة للمساكين . من أداها قبل الصلاة فهي زكاة مقبولة ، ومن أداها بعد الصلاة فهي صدقة من الصدقات

    Artinya: 
    Nabi Muhammad mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan kekotoran dan untuk memberi makan orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat Idul Fitri maka itu adalah zakat fitrah yang diterima dan barangsiapa yang membayar zakat fitrah setelah shalat maka itu dianggap sedekah biasa.
Waktu bayar zakat fitrah

Adapun waktu wajibnya zakat fitrah adalah sejak terbenamnya matahari pada hari akhir bulan Ramadhan. Artinya, bayi yang lahir sebelum terbenam matahari atau orang yang mati setelah terbenam matahari sudah dan masih berkewajiban membayar zakat fitrah.
Sedangkan waktu membayar zakat fitrah adalah sebelum shalat hari raya Idul Fitri. Dan boleh dilakukan sejak awal bulan Ramadhan menurut madzhab Syafi'i. Yang utama menjelang sehari atau dua hari sebelum lebaran Idul Fitri.
Jika lewat dari shalat Idul Fitri, maka jatuhnya sebagai sedekah.



Dalil Golongan Yang Berhak Menerima Zakat

إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْعَٰمِلِينَ عَلَيْهَا وَٱلْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَٱلْغَٰرِمِينَ وَفِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Artinya: "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana."

Golongan umat Islam yang berhak menerima zakat ada delapan berdasarkan Al Quran Surah At-Taubah 9:60 sebagai berikut:

Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.

Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.

Amil/Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.

Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.

Memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim xang ditawan oleh orang-orang kafir.

Orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya.

Pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin.

Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.

060. (Sesungguhnya zakat-zakat) zakat-zakat yang diberikan (hanyalah untuk orang-orang fakir) yaitu mereka yang tidak dapat menemukan peringkat ekonomi yang dapat mencukupi mereka (orang-orang miskin) yaitu mereka yang sama sekali tidak dapat menemukan apa-apa yang dapat mencukupi mereka (pengurus-pengurus zakat) yaitu orang yang bertugas menarik zakat, yang membagi-bagikannya, juru tulisnya, dan yang mengumpulkannya (para mualaf yang dibujuk hatinya) supaya mau masuk Islam atau untuk memantapkan keislaman mereka, atau supaya mau masuk Islam orang-orang yang semisal dengannya, atau supaya mereka melindungi kaum Muslimin. Mualaf itu bermacam-macam jenisnya; menurut pendapat Imam Syafii jenis mualaf yang pertama dan yang terakhir pada masa sekarang (zaman Imam Syafii) tidak berhak lagi untuk mendapatkan bagiannya, karena Islam telah kuat. Berbeda dengan dua jenis mualaf yang lainnya, maka keduanya masih berhak untuk diberi bagian. Demikianlah menurut pendapat yang sahih (dan untuk) memerdekakan (budak-budak) yakni para hamba sahaya yang berstatus mukatab (orang-orang yang berutang) orang-orang yang mempunyai utang, dengan syarat bila ternyata utang mereka itu bukan untuk tujuan maksiat; atau mereka telah bertobat dari maksiat, hanya mereka tidak memiliki kemampuan untuk melunasi utangnya, atau diberikan kepada orang-orang yang sedang bersengketa demi untuk mendamaikan mereka, sekalipun mereka adalah orang-orang yang berkecukupan (untuk jalan Allah) yaitu orang-orang yang berjuang di jalan Allah tetapi tanpa ada yang membayarnya, sekalipun mereka adalah orang-orang yang berkecukupan (dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan) yaitu yang kehabisan bekalnya (sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan) lafal fariidhatan dinashabkan oleh fi'il yang keberadaannya diperkirakan (Allah; dan Allah Maha Mengetahui) makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) dalam penciptaan-Nya. Ayat ini menyatakan bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada orang-orang selain mereka, dan tidak boleh pula mencegah zakat dari sebagian golongan di antara mereka bilamana golongan tersebut memang ada. Selanjutnya imamlah yang membagi-bagikannya kepada golongan-golongan tersebut secara merata; akan tetapi imam berhak mengutamakan individu tertentu dari suatu golongan atas yang lainnya. Huruf lam yang terdapat pada lafal lilfuqaraa` memberikan pengertian wajib meratakan pembagian zakat kepada setiap individu-individu yang berhak. Hanya saja tidak diwajibkan kepada pemilik harta yang dizakati, bilamana ia membaginya sendiri, meratakan pembagiannya kepada setiap golongan, karena hal ini amat sulit untuk dilaksanakan. Akan tetapi cukup baginya memberikannya kepada tiga orang dari setiap golongan. Tidak cukup baginya bilamana ternyata zakatnya hanya diberikan kepada kurang dari tiga orang; demikianlah pengertian yang disimpulkan dari ungkapan jamak pada ayat ini. Sunah telah memberikan penjelasannya, bahwa syarat bagi orang yang menerima zakat itu, antara lain ialah muslim, hendaknya ia bukan keturunan dari Bani Hasyim dan tidak pula dari Bani Muthalib.

Berikut niat bacaan zakat fitrah








Doa modik atau bepergian atau syafar


Oleh
Ustadz Ashim bin Musthofa
Di negeri kita, lebaran identik dengan mudik atau pulang ke kampung halaman. Mudik menjadi kebiasaan sebagian keluarga Muslim di hari-hari lebaran, guna mencurahkan bakti kepada orang tua, menyambangi sanak kerabat atau menjumpai para sahabat karib yang sudah lama tak jumpa; sehingga tali silaturahmi tetap terjalin baik dan persahabatan pun kian menguat.
Menjalin hubungan tali silaturahmi diperintahkan oleh agama. Bahkan menjadi faktor yang mendatangkan rezeki dan memanjangkan umur. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Barang siapa ingin dibentangkan rezekinya dan dipanjangkan usianya, hendaknya menyambung tali silaturahmi. [HR. al-Bukhâri dan Muslim]
Banyak hal yang dipersiapkan oleh pemudik untuk mensukseskan acara ini. Bekal finansial pasti sudah disiapkan. Bahkan, mungkin sudah disiapkan jauh-jauh hari. Sebab, tak jarang, pemudik harus menempuh jarak yang sangat jauh, melewati batas-batas propinsi bahkan lautan dalam beberapa hari. Karena ini momen penting, lebaran yang cuma datang sekali dalam setahun, maka tidak ingin mereka lewatkan tanpa pulang kampung.
TIDAK MELUPAKAN BERDOA DALAM SAFAR
Salah satu tata cara bepergian yang diajarkan Islam (dari sekian banyak adabnya), yaitu seseorang mengawali perjalanannya dengan membaca doa safar yang mengandung makna yang sangat penting dan dalam (yang nanti akan dijelaskan).
Seorang Muslim selalu ingat kepada Allah Azza wa Jalla dimanapun ia berada. Terkait dengan doa, momen perjalanan memiliki nilai khusus yang tidak boleh dianggap remeh; karena termasuk salah satu waktu doa dikabulkan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ
Tiga doa yang dikabulkan, tidak ada keraguan padanya, yaitu : doa orang teraniaya, doa musafir dan doa buruk orang tua kepada anaknya. [HR. at-Tirmidzi]
TEKS DOA SAFAR
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ سُبْحَانَ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ . اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنْ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى. اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ . اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِي اْلأَهْلِ . اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَاْلأَ هْلِ
Allah Maha besar (3x). Maha suci Rabb yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, sedang sebelumnya kami tidak mampu. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami (di hari Kiamat). Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kebaikan dan ketakwaan dalam perjalanan ini, kami mohon perbuatan yang engkau ridhai. Ya Allah, permudahlah perjalanan kami dan perpendek jaraknya bagi kami. Ya Allah, Engkaulah pendampingku dalam perjalanan dan yang mengurusi keluarga(ku). Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kepayahan dalam perjalanan, pemandangan yang menyedihkan dan keadaan kepulangan yang buruk dalam harta dan keluarga. [HR Muslim]
PENJELASAN DOA SAFAR
Doa di atas terdapat manfaat yang sangat besar bagi seorang Muslim yang sedang menyelesaikan perjalanan jauhnya. Sebab, mencakup permohonan akan kemaslahatan (kebaikan) bagi agama dan kebaikan dunia, harapan memperoleh hal-hal yang disukai dan terhindar dari hal-hal yang dibenci. Juga berisi ungkapan syukur seorang hamba atas nikmat dan anugerah-Nya serta aktifitas safar yang penuh dengan amal ketaatan. [1]
Berikut ini pemaparan maknanya:
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ
Allah Maha Besar (3x).
Ini merupakan doa pembuka perjalanan dengan takbir dan pujian kepada Allah Azza wa Jalla .
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
سُبْحَانَ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هَذَا
Maha Suci Rabb yang menundukkan kendaraan ini untuk kami
Dalam penggalan doa terdapat pujian kepada Allah Azza wa Jalla atas kemudahan yang dianugerahkan bagi umat manusia dengan menundukkan dan menyediakan alat-alat transportasi yang berfungsi mengangkut barang-barang dan manusia ke tempat-tempat yang jauh, wilayah yang jaraknya luas dan sekaligus sebagai pengakuan akan nikmat tersebut.
Seluruh alat angkut dan transportasi masuk di dalam pengertiannya. Termasuk onta, kuda, kapal, alat transportasi darat dan udara serta lainnya.
Oleh karena itu, saat menaiki kapal, Nabi Nûh Alaihissallam berkata kepada para penumpang (pengikutnya), seperti yang telah diceritakan oleh Allah Azza wa Jalla dalam surat Hûd/11 : 41
ارْكَبُوا فِيهَا بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا ۚ إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya.
Seluruh alat angkut, seluruh faktor dan unsur yang menyempurnakannya sehingga dapat berfungsi dengan baik, semua itu murni kenikmatan dari Allah Azza wa Jalla dan kemudahan dari-Nya. Kita wajib mengakui kenikmatan Allah Azza wa Jalla saat itu, terutama ketika kita mempergunakannya.
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ
sedang sebelumnya kami tidak mampu
Melalui doa itu, kita diingatkan peran mutlak Allah Azza wa Jalla dalam fasilitas ini. Jika tidak ada kemudahan dari-Nya, kita tidak akan pernah bisa memanfaatkannya. Sebab, ilmu, kekuatan dan kekuasaan manusia sangat terbatas, lemah sekali. Akan tetapi, dengan kasih dan rahmat-Nya, Allah Azza wa Jalla menyediakan dan memudahkan manusia untuk memanfaatkan bangsa binatang dalam urusan angkutan dan mengajari manusia membuat alat angkutan sendiri.
Demikianlah Allah Azza wa Jalla , mengingatkan umat manusia bahwa Dia Azza wa Jalla lah yang mengajari mereka menciptakan piranti-piranti yang menunjang kehidupan mereka, sebagaimana Allah Azza wa Jalla menceritakan hal tersebut saat mengajari Nabi Dâwud Alaihissallam pembuatan tameng untuk perlindungan diri. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَعَلَّمْنَاهُ صَنْعَةَ لَبُوسٍ لَكُمْ لِتُحْصِنَكُمْ مِنْ بَأْسِكُمْ ۖ فَهَلْ أَنْتُمْ شَاكِرُونَ
Dan telah Kami ajarkan kepada Dâwud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperangan; maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah). [al-Anbiyâ/21:80]
Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Umat manusia wajib bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla . Sebab Allah Azza wa Jalla lah yang mengajari mereka membuat pakaian yang menutupi aurat, baju hangat, baju perang dan alat-alat perang. Dia Azza wa Jalla mengajari mereka menciptakan alat angkutan laut, darat dan udara, dan menciptakan segala sesuatu yang mereka dapat manfaatkan. Allah Azza wa Jalla menurunkan besi yang berkekuatan besar dan sangat bermanfaat bagi seluruh umat. Akan tetapi, kebanyakan orang lalai bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla . Sebaliknya, justru bersikap menentang dan congkak kepada Allah Azza wa Jalla serta besar kepala di hadapan sesama saat memiliki semua ini”[2] .
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ
Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami (di hari Kiamat).
Di saat menempuh perjalanan, dengan doa ini, orang juga diingatkan kepada perjalanan ke akhirat. Sebagaimana telah mengawali penciptaan makhluk, Allah Azza wa Jalla akan mengembalikan mereka dalam rangka memeri balasan. Allah Azza wa Jalla befirman:
لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا عَمِلُوا وَيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَى
supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga). [an-Najm/53:31]
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنْ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kebaikan dan ketakwaan dalam perjalanan ini, kami mohon perbuatan yang engkau ridhai.
Dalam doa ini, orang memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar perjalanan yang sedang dijalani merupakan perjalanan yang baik, memuat amal-amal kebaikan yang berkaitan dengan hak Allah Azza wa Jalla serta hak-hak sesama. Pertama, dia memohon kebaikan, kemudian memohon ketakwaan yang membentengi kemurkaan-Nya dengan cara meninggalkan segala yang dibenci Allah Azza wa Jalla , baik berupa perkataan, perbuatan, lahir dan batin. Sebagaimana ia juga memohon segala hal yang mendatangkan keridhaan-Nya.
Ini artinya mencakup seluruh amal ketaatan dan ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla . Apabila sebuah safar dipenuhi dengan nilai-nilai luhur di atas, maka safar tersebut menjadi safar yang menguntungkan dan diberkahi. Dahulu, seluruh perjalanan jauh yang ditempuh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam penuh dengan nilai-nilai itu.
Selanjutnya, permohonan kemudahan dari kesulitan-kesulitan dan beratnya perjalanan, dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ
Ya Allah, permudahlah perjalanan kami dan perpendeklah jaraknya bagi kami.
Ini karena safar merupakan satu bentuk siksaan (penderitaan) tersendiri, di mana seseorang merasakan kepayahan, panas, tidak nyaman, dan jauh dari orang-orang yang dicintai. Sehingga musafir membutuhkan agar beban perjalanan menjadi ringan dan jarak tempuh terasa dekat. Yakni, dengan meringankan beban pikiran dan masalah, serta datangnya barakah dalam perjalanan. Perjalanan yang (sangat) jauh pun tak terasa menjemukan dan muncul hal-hal yang membuat perjalanan menjadi menyenangkan, semisal hati tetap tenang, keberadaan teman perjalanan yang baik, perjalanan aman dan lancar, tanpa aral melintang. Itu terjadi karena kemudahan dan anugerah dari-Nya.
Berapa banyak orang mengalami perjalanan yang tidak lancar, lalu-lintas macet, mobil mogok, harus melewati dan menghadapi gangguan keamanan maupun mengalami kecelakaan (nas`alullâhas salâmah wal ‘âfiyah). Sehingga jarak tempuh yang dekat pun dirasa amat jauh dan memakan waktu tempuh yang lama.
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ
Ya Allah, Engkaulah pendampingku dalam perjalanan.
Yang dimaksud pendampingan di sini ialah kebersamaan yang mendatangkan perlindungan, pertolongan dan bantuan kemudahan. Barang siapa bersama Allah Azza wa Jalla , maka apakah ada yang ia takuti?
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وَالْخَلِيْفَةُ فِي اْلأَهْلِ
d
an yang mengurusi keluarga(ku).
Artinya, aku bergantung diri kepada-Mu semata dalam menjaga keluargaku.
Untuk lebih menekankan permohonan kemudahan dan ringannya beban dalam perjalanan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوْءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَاْلأَهْلِ
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kepayahan dalam perjalanan, pemandangan yang menyedihkan dan keadaan kepulangan yang buruk dalam harta dan keluarga.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung dari kesulitan perjalanan, kesedihan dan beban pikiran yang selalu menggelayuti musafir, serta menyampaikan permohonan perlindungan juga terhadap seluruh yang ditinggalkan saat safar, baik kekayaan, keluarga atau anak-anak.
DOA DALAM PERJALANAN PULANG
Apabila mulai perjalanan pulang, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca doa di atas dengan menambahkan kalimat berikut:
آيِبُوْنَ تَائِبُوْنَ عَابِدُوْنَ لِرَبِّنَا حَامِدُونَ
Kami kembali dengan selamat, bertaubat kepada Allah dari dosa, tetap beribadah dan selalu memuji Rabb kami.
Maksudnya, kami memohon kepada-Mu ya Allah Azza wa Jalla menjadikan kami dalam perjalanan pulang ini agar selalu bertaubat kepada-Mu. Beribadah dan memuji-Mu serta mengakhiri perjalanan kami dengan amal ketaatan. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا
Dan katakanlah: “Ya Rabb-ku, masukkanlah aku ke tempat masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku dari tempat keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong. [al-Isrâ/17:80]
Pengertian tempat masuk dan keluar yang benar, bahwa perjalanan-perjalanan yang ditempuh seseorang itu berisi kejujuran dan kebenaran, serta kesibukan dengan hal-hal yang dicintai Allah Azza wa Jalla , disertai sikap berserah diri total (tawakkal) kepada Allah Azza wa Jalla .
Kewajiban seorang Muslim adalah memuji Allah Azza wa Jalla atas taufik-Nya dalam menjalankan ibadah dan keinginan akan melakukan keperluan lainnya. Sebab, hanya dengan taufik-Nya, maka ibadah dan semua urusan serta keperluan itu bisa selesai.
PERJALANAN PENUH MAKSIAT
Gambaran di atas bertolak-belakang dengan apa yang dikerjakan oleh sebagian kaum Muslimin di tengah perjalanan. Perjalanan mereka tidak lepas dari kemaksiatan kepada Allah Azza wa Jalla . Padahal, mereka sedang dalam kondisi ‘mempertaruhkan’ keselamatan dan nyawa. Bagaimana tidak demikian, kenyataannya lalu-lintas yang ramai, pengemudi kendaraan yang kadang-kadang ugal-ugalan, jalan sempit, terjal atau berkelok-kelok dengan kanan-kiri jurang menganga. Juga bagi pemakai jasa kapal laut, atau bagi yang sedang menumpang pesawat. Apalagi peristiwa kecelakaan terjadi di sana-sini, menghiasi media massa. Bila kita sekalian menghayati kondisi yang sedang menaungi kita, maka sikap yang tepat adalah kita memohon keselamatan dan kemudahaan kepada Allah Azza wa Jalla.
PENUTUP
Kelancaran dan kemudahan menempuh perjalanan, dan ketenangan hati dan jiwa tatkala raga berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain, itu semua tidak lepas dari kenikmatan dan anugerah Allah Azza wa Jalla . Sebagaimana dikatakan Syaikh ‘Abdur Razzâq al-‘Abbâd. Tentunya, tidak sepantasnya orang yang sedang menumpangi alat transportasi lupa untuk mengingat dan memuji dengan layak Dzat yang telah memberikan kenikmatan dan menyediakannya [3] .
Referensi:
1. Bahjatu Qulûbil Abrâr, ‘Abdur Rahmân as-Sa’di Dâr al-Fath Cet. I Thn. 1415H
2. Fiqhul Ad’iyah wal Adzkâr, Abdur Razzâq al-‘Abbâd Cet. I Thn. 1423H
3. Adâbus Safar, Ummu ‘Abdullâh, Dârul Wathan
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07//Tahun XIII/1430H/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Silahkan lihat Bahjatu Qulûbil Abrâr, ‘Abdur Rahmân as-Sa’di Dâr al-Fath Cet. I Thn. 1415H, hal. 187
[2]. Bahjatu Qulûbil Abrâr hal. 188
[3]. Fiqhul Ad’iyah wal Adzkâr, Abdur Razzâq al-‘Abbâd Cet. I Thn. 1423H, (3/263).

Copyright @ 2013 zeinblogger.