Halaman

Filled Under:

HUKUM TAKBIR HARI RAYA BERJAMAAH

HUKUM TAKBIR HARI RAYA BERJAMAAH

Oleh : Buya yahya pengasuh pondok pesantren al-bahjah

الحمد لله رب العالمين و الصلاة و السلام على رسول الله سيدنا محمد بن عبد الله و على أله و صحبه و من والاه. أما بعد

1. Takbir di Malam Hari Raya
Bertakbir di malam hari raya adalah merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW  yang amat perlu untuk dilestarikan dalam menampakkan dan mengangkat syiar Islam. Para ulama dari masa ke masa sudah biasa mengajak ummat untuk melakukan takbir, baik setelah shalat (takbir muqayyad) atau di luar shalat (takbir mursal).

Lebih lagi takbir dengan mengangkat suara secara kompak yang bisa menjadikan suara semakin bergema dan berwibawa adalah yang biasa dilakukan ulama dan umat dari masa ke masa.
Akan tetapi ada sekelompok kecil dari orang yang hidup di akhir zaman ini begitu berani mencaci dan membid’ahkan takbir bersama-sama. Dan sungguh pembid’ahan ini tidak pernah keluar dari mulut para salaf (ulama terdahulu).

Mari kita cermati riwayat-riwayat berikut ini yang menjadi sandaran para ulama dalam mengajak bertakbir secara kompak dan bersama-sama.

A. Berdasarkan Hadits dalam Shohih Imam Bukhori No 971  yang diriwayatkan oleh Ummi Athiyah, beliau berkata:

كُنَّا نُؤْمَرُ أَنْ نَخْرُجَ يَوْمَ الْعِيدِ، حَتَّى نُخْرِجَ الْبِكْرَ مِنْ خِدْرِهَا، حَتَّى نُخْرِجَ الْحُيّاَضَ، فَيَكُنَّ خَلْفَ النَّاسِ فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيرِهِمْ، وَيَدْعُونَ بِدُعَائِهِمْ يَرْجُونَ بَرَكَةَ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَطُهْرَتَهُ.(رواه البخاري

              Artinya: “Kami diperintahkan untuk keluar pada hari raya sehingga para wanita-wanita yang masih gadis pun diperintah keluar dari rumahnya, begitu juga wanita-wanita yang sedang haidz dan mereka berjalan di belakang para manusia (kaum pria) kemudian para wanita tersebut mengumandangkan takbir bersama takbirnya manusia (kaum pria) dan berdoa dengan doanya para manusia serta mereka semua mengharap keberkahan dan kesucian hari raya tersebut.”
Di sebutkan dalam hadits tersebut:
  فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيْرِهِمْ
"Para wanita tersebut mengumandangkan takbir bersama takbirnya manusia."

 Itu menunjukan takbir terjadi secara berjamaah atau bersamaan. Bahkan dalam riwayat Imam Muslim dengan kalimat:
”para wanita bertakbir bersama-sama orang-orang yang bertakbir”
  يُكَبِّرْنَ مَعَ النَّاس
B. Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Sayyidina Umar bin Khattab  dalam bab Takbir saat di Mina.

وَكَانَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يُكَبِّرُ فِي قُبَّتِهِ بِمِنًى فَيَسْمَعُهُ أَهْلُ الْمَسْجِدِ فَيُكَبِّرُونَ وَيُكَبِّرُ أَهْلُ الْأَسْوَاقِ حَتَّى تَرْتَجَّ مِنًى تَكْبِيرًا

 Artinya: “Sahabat Umar bertakbir di qubahnya yang berada di tanah Mina, lalu penduduk masjid mendengarnya dan kemudian mereka bertakbir  begitu penduduk pasar bertakbir, sehingga tanah Mina bergema dengan suara takbir.”

Ibnu Hajar Al Asqalani (pensyarah besar kitab Shohih Bukhari) mengomentari kalimat:
حَتَّى تَرْتَجَّ مِنًى تَكْبِيرًا
dengan

أي يَضْطَرِّبُ وَتَتَحَرَّكُ, وَهِيَ مُبَالَغَةٌ فِي اجْتِمَاعِ رَفْعِ الصَّوْتِ           

 “Bergoncang dan bergerak, bergetar yaitu menunjukan kuatnya suara yang bersama-sama.”

C. Berdasarkan apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’i RA dalam kitab Al-Umm  1/264:

أَحْبَبْتُ أَنْ يَكُبِّرَ النَّاسُ جَمَاعَةً وَفُرَادًى فِي المَسْجِدِ وَالْأَسْوَاقِ وَالْطُرُقِ وَالْمَنَازِلِ والْمُسَافِرِيْنَ والْمُقِيْمِيْنَ فِي كُلِّ حَالٍ وَأَيْنَ كَانُوْا وَأَنَ يَظْهَرُوْا الْتَكْبِيْرَ

               Artinya: “ Aku senang (maksudnya adalah sunnah)  orang-orang pada bertakbir secara bersama dan sendiri-sendiri, baik di masjid, pasar, rumah, saat bepergian atau mukim dan setiap keadaan dan dimana pun mereka berada  agar mereka menampakkan (syiar) takbir.”

Tidak pernah ada dari ulama terdahulu yang mengatakan takbir secara berjamaah adalah bid’ah. Justru sebaliknya ada anjuran dan contoh takbir bersama-sama dari ulama terdahulu.

2. Kesimpulan Tentang Takbir Bersama-sama

1. Pernah terjadi takbir barsama-sama pada zaman Rasulullah SAW  dan para sahabat.
2. Anjuran dari Imam Syafi’i RA mewakili ulama salaf.
3. Tidak pernah ada larangan takbir bersama-sama dan juga tidak ada perintah takbir harus sendiri-sendiri. Yang ada adalah anjuran takbir dan

dzikir secara mutlaq, baik secara sendirian atau berjamaah.
4. Adanya pembid’ahan dan larangan takbir bersama-sama hanya terjadi pada orang-orang akhir zaman yang sangat bertentangan dengan salaf.

3. Menghidupkan Malam Hari Raya dengan Ibadah
Hukum menghidupkan malam hari raya dengan amal ibadah. Sudah disepakati oleh para ulama 4 mazhab bahwa disunnahkan untuk kita menghidupkan malam hari raya dengan memperbanyak ibadah.

Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ berkata: “Sudah disepakati oleh ulama bahwa dianjurkan untuk menghidupkan malam hari raya dengan ibadah dan pendapat seperti ini juga yang ada dalam semua kitab fiqh 4 madzhab."

Artinya, kita dianjurkan untuk menghidupkan malam hari raya dengan shalat, berdzikir, dan membaca Al-Qur'an khususnya bertakbir. Karena malam hari raya adalah malam bergembira. Banyak sekali hamba-hamba yang lalai pada saat itu, maka sungguh sangat mulia yang bisa mengingat Allah di saat hamba-hamba pada lalai.

4. Yang Dilakukan Santri dan Jamaah Al-Bahjah
a. Takbir keliling dalam upaya membesarkan syiar takbir.
b. Berkunjung dari masjid ke masjid untuk melakukan shalat sunnah.
c. Menyimak tausiyah di beberapa masjid yang dikunjungi.

 Semua itu dalam upaya menjalankan sunnah yang dijelaskan oleh para ulama tersebut di atas.

Wallahu a’lam bish-showab.

Sumber : https://t.me/buyayahyamajelisalbahjah/4733

Copyright @ 2013 zeinblogger.